Keputihan, dalam istilah kedokteran disebut flour albus atau
leukorrhea, adalah keluarnya cairan vagina yang berlebihan dan
menimbulkan keluhan. Keputihan paling banyak dialami wanita usia produktif. Tapi, tak menutup kemungkinan bisa terjadi pada anak-anak dan usia tua.
Sesungguhnya cairan yang keluar dari vagina tak selalu berarti
keputihan. Sebab, pada saat-saat tertentu vagina akan mengeluarkan
cairan yang mutlak diperlukan guna membasahi dinding vagina agar selalu
bersih. Cairan tersebut berasal dari selaput lendir rahim, rembesan
kulit luar vagina, dan saluran kelamin bagian atas. Gunanya, selain
untuk mempertahankan keasaman vagina agar tidak terjadi infeksi, juga
sebagai pelumas pada saat berhubungan intim.
Keluarnya cairan dikatakan normal jika terjadi sebelum haid, sesudah
haid, pada pertengahan siklus atau pada saat ovulasi, serta saat
mendapat rangsangan seks. "Hal ini normal terjadi pada semua wanita di
masa produksi. Baik yang bertubuh kurus maupun gemuk," terang dr.
Chairulsjah Sjahruddin, Sp.OG dari RSIA Hermina Jatinegara, Jakarta.
Cairan yang keluar di masa-masa itu akan berupa cairan berbentuk
jernih, agak kental, tidak berbau, tidak mengalir, dan pH keasamannya
antara 3,5 hingga 4,5. Cairan ini biasanya akan hilang dalam beberapa
hari tanpa keluhan apa pun.
Cairan dikatakan abnormal atau keputihan jika terjadi di luar
masa-masa tersebut disertai perubahan warna, bau, dan keluar dengan
jumlah yang agak berlebihan. "Gejalanya terasa gatal atau panas di
daerah vulva/vagina, terasa pedih saat hendak kencing, atau sakit saat
bersenggama." Rasa gatalnya bisa muncul terus-menerus atau kadang-kadang
saja, sehingga tak aneh bila keputihan mengakibatkan penderitanya
gelisah. Belum lagi akibat bau yang tak sedap yang ditimbulkannya.
ANEKA PENYEBAB
Lantas, mengapa keputihan bisa muncul? Ada empat hal yang menyebabkan
keputihan. Pertama, konstitusional/kondisi tubuh. Misalnya, akibat
penyakit kronis yang menahun. "Sebab, penyakit menahun bisa melemahkan
daya tahan tubuh orang tersebut, sehingga menyebabkan keluarnya cairan
keputihan secara berlebihan." Keputihan juga bisa terjadi pada wanita
yang senantiasa tegang/stres dan astenia/kurus.
Kedua, kelainan endokrin/hormon. Misalnya, pada saat hamil, kan,
terjadi perubahan hormonal; terjadi suasana asam jadi basa. Hal ini
mengakibatkan banyak ibu hamil mendapat jamur. "Nah, kalau jamur ini tak
segera diobati, ia bisa naik ke atas menyebabkan ketuban pecah dini."
Ketiga, infeksi. Sebagian besar karena infeksi dari macam-macam organ
reproduksi. Bisa infeksi vulva, vagina, mulut rahim, selaput lendir
rahim, dan saluran telur. "Semua infeksi itu memberikan gambaran berupa
keputihan." Infeksi vulva umumnya disebabkan oleh kuman GO
(gonorrhea/gonore), chlamydia, dan herpes simpleks. Infeksi lain
disebabkan jamur/candida (candidiasis), bakteri (vaginosis ), dan
parasit trichomonas vaginalis (trikomoniasis).
Keempat, sebab-sebab lain, misalnya, masuknya corpus alienum (benda
asing). Benda asing ini bisa berupa apa saja; kondom, benang IUD yang
tertinggal di dalam vagina, ada kelainan fistula akibat
persalinan/tindakan operasi, ada hubungan antara reptum/tempat kotoran
dengan vagina atau antara kandung kencing dengan vagina, serta karena
tisu pembasuh. "Yang paling sering karena tisu." Hal ini karena wanita
memiliki kebiasaan mengelap vagina dengan tisu setiap habis buang air
kecil. Bila menggunakan tisu yang gampang hancur terkena air, maka saat
mengelap akan ada sebagian tisu yang masuk ke dalam vagina. Lama-lama
tisu ini akan menumpuk. "Saya pernah mengeluarkan endapan tisu sebesar
bola pingpong, lo. Nah, endapan inilah yang menyebabkan keputihan."
WARNA KEPUTIHAN
Kendati namanya keputihan, warnanya justru tidak selalu putih. Perubahan
warna keputihan sangat beragam, tergantung kuman penyebabnya. Bila
kumannya berupa trikomonas, maka akan berwarna putih kehijauan dengan
bau amis. "Jika penderita mengalami keputihan jenis ini, liang vaginanya
akan tampak kemerahan, nyeri bila ditekan, dan terasa pedih saat buang
air kecil." Sedangkan bila akibat kandida/jamur, biasanya berwarna putih
seperti nasi yang terkena air, vagina tampak merah dan membengkak,
disertai rasa gatal yang hebat.
Lain halnya bila keputihan disebabkan vaginosis. Cairan yang keluar
biasanya berwarna putih keruh, baunya pun terasa amis. Tapi, tak
menimbulkan rasa sakit atau gatal. Sedangkan kalau keputihan berwarna
agak kemerahan, maka menandakan adanya kelainan yang lebih serius lagi.
"Bisa jadi karena kanker mulut rahim. Ingat, lo. gejala paling dini
kanker mulut rahim pun keputihan."
Jadi, lanjut Chairulsjah, keputihan bukan suatu penyakit. Tapi,
merupakan gejala penyakit tertentu; baik kanker maupun infeksi. "Kalau
terjadi pada anak-anak, maka kita curiga karena ada corpus alienum .
Misalnya, masuknya biji kacang atau jagung. Walaupun tak tertutup juga
karena infeksi. Sedangkan pada orang tua dicurigai karena keganasan."
Kendati hanya berupa gejala penyakit, keputihan dapat menular, lo.
Misalnya, pada suaminya saat berhubungan seksual. "Tular-menular
berlangsung timbal balik. Itulah mengapa, kalau istri diobati
keputihannya, maka suami harus diobati pula. Jangan sampai istri sudah
sembuh, kemudian berhubungan lagi dengan suaminya, maka suami yang belum
diobati akan menularkan kembali keputihan tersebut. Demikian juga
sebaliknya."
PENGOBATAN SEJAK AWAL
Tentu saja Ibu tak bisa menganggap enteng keputihan. Karena pengobatan
wajib dilakukan. Sebelum dilakukan pengobatan, dokter biasanya memeriksa
cairan keputihan di laboratorium. "Pemeriksaan keputihan akan melihat
warna, bau, dan bagaimana keadaan vagina secara keseluruhan."
Lebih lanjut, pengobatan dilakukan dengan terlebih dulu menyingkirkan
faktor-faktor yang mempermudah timbulnya penyakit tersebut. Misalnya,
penyakit diabetes, maka akan diobati diabetesnya. Sebab, kondisi terlalu
banyak gula pada penderita diabetes juga akan menumbuhkan kandidiasis.
Usai itu, barulah penderita diberi obat yang sesuai dengan jenis infeksi
penyebab keputihan. "Kalau akibat jamur, maka akan diberi obat anti
jamur. Baik pada sang suami ataupun pada istrinya."
Bila diagnosis menunjukkan penyakitnya tidak akut, maka biasanya
dokter menyarankan untuk mencuci daerah vagina dengan obat antiseptik.
"Sayangnya, seringkali setelah tahu obatnya, pasien tak datang lagi,
tapi membeli sendiri obat tersebut, lantas dipakainya terus untuk
mencuci vaginanya." Akibatnya, bakteri doderlein di vagina -yang membuat
vagina selalu asam- pun akhirnya jadi mati. Maka, suasana asam pun
terganggu menjadi basa, sehingga muncullah berbagai penyakit, entah itu
kandida/jamur, infeksi dari luar vagina, dan sebagainya
Terlebih lagi bila penderita mengobati sendiri keputihan dengan
obat-obatan yang dijual bebas di pasaran. "Yang dikhawatirkan pemakaian
obat bebas tersebut menyebabkan bakteri doderlein mati, sehingga vagina
berubah menjadi basa. Padahal vagina harusnya asam dengan pH antara 3,5
hingga 4,5."
Dari segi medis pun, tidak disarankan menggunakan cairan pembersih
vagina demi mencegah timbulnya keputihan. Sering, kan, kita
menggunakannya, ya, Bu? "Kalau pun ingin memakai harus dilihat
kandungannya. Apakah akan membuat vagina basa atau tidak? Sebab, kalau
akhirnya nanti jadi basa, maka sama saja dengan mendatangkan masalah.
Sebenarnya asalkan yakin suami-istri bersih, kenapa harus pakai cairan
segala macam untuk membersihkannya?"
Pendek kata, terang Chairulsjah, jangan sembarangan mengobati
keputihan. "Bila muncul keluhan keputihan, lebih baik segera
konsultasikan ke dokter." Satu hal lain yang perlu diingat, jangan
menundanya sampai parah. Mengingat dampaknya, infeksi bisa naik ke atas.
Yang tadinya sekadar di vulva bisa naik ke vagina (vaginitis), naik
lagi ke saluran telur (cervicitis), naik lagi ke endometrium
(endometritis), naik lagi ke saluran tuba (salpingitis), bahkan bisa
keluar dan masuk ke rongga abdomen (perutenitis/radang dari selaput
lendir perut. "Nah, kalau hal ini sudah sampai pada kondisi salpingitis,
maka ibu akan kesulitan untuk mendapatkan anak."
PENCEGAHAN
Tentu saja bukan berarti keputihan tidak bisa dicegah, Bu. Justru
pencegahan menjadi langkah terbaik. Yang utama dilakukan dengan menjaga
kebersihan pribadi, terutama organ reproduksi. "Dengan membasuhnya
secara bersih setiap kali habis ke belakang. Saat membasuh harus
lihat-lihat juga kondisi air. Kalau kotor, ya, jangan dipaksakan. Sebab,
air yang tak bersih bisa menyebabkan adanya kuman dan jamur yang
akhirnya menimbulkan keputihan." Bila perlu basuh pakai tisu yang tidak
mudah hancur.
Yang kedua, begitu ada keluhan keputihan di luar waktu yang alamiah,
segera periksa ke dokter. Yang ketiga, sadari penuh bahwa keluarnya
cairan itu memang wajar terjadi, terutama pada waktu-waktu tertentu.
"Jangan justru menjadi gelisah. Karena adakalanya pada orang yang
gelisah, stres, atau kecapekan, akan muncul keputihan."
Yang keempat, jangan memakai pakaian yang ketat. "Minimal tidak
terlalu sering karena pakaian ketat hanya akan membuat suasana di daerah
reproduksi menjadi lembab. Sementara kelembaban bisa membuat suasana
asam menjadi basa. Selain itu, kelembaban juga bisa menjadi tempat
bersemayamnya jamur dan kuman." Itulah mengapa, panty liner pun tidak
disarankan digunakan terlalu sering. "Karena akan membuat vagina tambah
lembab. Bukankah rambut-rambut di kemaluan mengeluarkan keringat atau
kelenjar sebasea? Nah, kalau ditekan terus, maka akan tambah keluar
keringat."
Yang tak kalah penting, kendati keluhan keputihan tidak muncul, kaum
wanita tetap melakukan pemeriksaan pap smear secara berkala. "Minimal
setahun sekali, terutama pada orang-orang yang telah menikah."
Jadi, tunggu apa lagi, Bu. Daripada nanti keburu keputihan merembet ke mana-mana, iya enggak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar